Operator atau konten provider yang nakal akan ditindak. Sebelumnya tentu akan dilihat apakah ini menjadi kesalahan operator atau penyedia konten. Setelah itu baru akan ditindak.
Sedot pulsa yang sangat marak saat ini adalah layanan konten empat digit, 97**, 37**, dan 78**. Tidak tangung-tangung, sekali terima SMS pada layanan ini, pulsa akan tersedot hingga Rp1.000 sampai Rp2.000.
Sebenarnya bila dilihat fungsinya, layanan empat digit, atau yang sebelumnya dikenal sebagai SMS premium, adalah layanan ponsel yang memungkinkan para pengguna nomor pada operator tertentu untuk mendapatkan informasi.
Bisnis ini memang sangat menggiurkan, sejumlah konten providerpun mulai tergoda untuk berbuat nakal. Setiap pengguna nomor pada operator tertentu dipaksa menerima pesan premium yang akan memotong secara otomatis pulsa mereka.
SMS premiun itu antara lain tentang berita, olahraga, dunia hiburan, ramalan zodiak, undian berhadiah, nada sambung pribadi, bahkan juga digunakan untuk memilih peserta favorit dalam sebuah acara di televisi.
Hal itu merupakan bagian dari perkembangan teknologi komunikasi. Dengan hanya menggunakan empat dijit yang mudah diingat, kita sudah dapat mengakses layanan itu. Saat ini, jumlah konten provider penyedia layanan ini di Indonesia mencapai 500. Jumlah ini menunjukkan potensi perkembangan layanan ini.
Secara umum, tipe layanan berbasis SMS ini dikelompokan menjadi dua. Pertama adalah 'SMS Pull' yang berbasis request, jadi hanya ketika diminta maka informasi via SMS tersebut akan dikirim ke pengguna ponsel. Layanan yang biasa menggunakan model ini seperti ini adalah kuis, polling, atau information on demand.
Layanan kedua adalah 'SMS Push', layanan berbasis langganan dengan cara pendaftaran terlebih dahulu. Biasanya dengan kata ‘REG’. Selanjutnya secara rutin penyelenggara konten akan mengirimkan SMS secara rutin ke pelanggan tersebut. Dan baru akan berhenti ketika pelanggan mengirim permohonan yang biasanya diawali dengan kata ‘UNREG’.
Tapi belakangan yang terjadi para pelanggan akan kesulitan untuk unreg layanan itu, meski sudah dicoba berkali-kali. Banyak pelanggan yang merasa dirampok karena layanan ini membajak pulsa mereka tanpa henti.
Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi mengatakan, persoalan ini terjadi karena lemahnya pemerintah dan Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) dalam melindungi konsumen seluler.
Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia, kata Tulus, selama ini lebih banyak memperhatikan kepentingan operator seluler, bukan konsumen seluler.
Menurut Tulus, sebagai regulator, fungsi utama BRTI tidak berjalan. Padahal BRTI mempunyai kewenangan dan tanggung jawab yang mutlak untuk mengatur masalah ini.
Kepala Subdit Cyber Crime, Dirkrimsus Polda Metro Jaya, Ajun Komisaris Besar Wisnu, modus sedot pulsa ini sudah mulai marak dan terus berkembang jenisnya.
Meski belum ada laporan mengenai SMS yang menyedot pulsa. Sejumlah provider telepon seluler sudah dikonfirmasi mengenai hal ini.
Maraknya fenomena sedot pulsa, Lingkar Studi Mahasiswa (LISUMA) Jakarta membuat posko pengaduan keliling pencurian pulsa. Posko itu didirikan untuk memudahkan masyarakat yang merasa dirugikan. Sebanyak 322 pelanggan dari tiga Provider yakni Telkomsel, Indosat dan XL yang paling banyak dikeluhkan.
Berdasarkan catatannya, sebanyak 93 persen pelanggan seluler merupakan pengguna nomor seluler jenis 'prabayar' atau isi ulang pulsa. Akibatnya, pelanggan nomor tersebut tidak memiliki bukti pemotongan pulsa ketika mengajukan keluhan dan aduan ke polisi.