Peneliti dari Louisiana State University (LSU), Chris Austin, telah menemukan dua spesies baru kodok di Papua Nugini. Salah satunya diketahui sebagai hewan bertulang belakang (vertebrata) terkecil di dunia dengan ukuran sekitar 7,7 milimeter.
"Sangat sulit mengetahui keberadaan Paedophryne amauensis karena ukurannya yang kecil," kata Austin.
Spesies baru itu mengalahkan Paedocypris Progenetica, spesies ikan dari Indonesia yang berukuran lebih dari delapan milimeter.
Austin yang memimpin sebuah tim peneliti dari Amerika beserta mahasiswa pascasarjana LSU, Eric Rittmeyer, menemukan spesies itu dalam ekspedisi selama tiga bulan di Papua Nugini.
Spesies kedua, Paedophryne swiftorum, berukuran sedikit lebih besar dari Paedophryne amauensis dengan ukuran tubuh rata-rata 8,5 milimeter.
"Ekosistem kedua kodok yang sangat kecil ini sangat mirip. Mereka mendiami daun di hutan hujan tropis," kata Austin.
Austin mengklaim penemuan timnya ini sebagai temuan besar. Papua Nugini adalah pusat keanekaragaman hayati.
"Kami sekarang percaya bahwa mahluk-mahluk ini bukanlah keanehan biologis, tapi menggambarkan penemuan ekologi yang tak terdokumentasikan sebelumnya," sambung dia.
Hasil penelitian ini dipublikasikan dalam Jurnal Public Library of Science One pada 11 Januari.
"Sangat sulit mengetahui keberadaan Paedophryne amauensis karena ukurannya yang kecil," kata Austin.
Spesies baru itu mengalahkan Paedocypris Progenetica, spesies ikan dari Indonesia yang berukuran lebih dari delapan milimeter.
Austin yang memimpin sebuah tim peneliti dari Amerika beserta mahasiswa pascasarjana LSU, Eric Rittmeyer, menemukan spesies itu dalam ekspedisi selama tiga bulan di Papua Nugini.
Spesies kedua, Paedophryne swiftorum, berukuran sedikit lebih besar dari Paedophryne amauensis dengan ukuran tubuh rata-rata 8,5 milimeter.
"Ekosistem kedua kodok yang sangat kecil ini sangat mirip. Mereka mendiami daun di hutan hujan tropis," kata Austin.
Austin mengklaim penemuan timnya ini sebagai temuan besar. Papua Nugini adalah pusat keanekaragaman hayati.
"Kami sekarang percaya bahwa mahluk-mahluk ini bukanlah keanehan biologis, tapi menggambarkan penemuan ekologi yang tak terdokumentasikan sebelumnya," sambung dia.
Hasil penelitian ini dipublikasikan dalam Jurnal Public Library of Science One pada 11 Januari.